Bagian 9. Dengan tergesa gesa aku masuk ke ruanganku. Hatiku berdebar, kedua tanganku berkeringat dan gemetar. Bagaimana bisa? Pertanyaan itu berputar di otakku. Ternyata benar. Pak Ardi itu adalah dia. Ada topiku dalam ruangan itu. Terletak manis bak "omprok gandrung" dalam bilik kaca. Aku sempat terkesima dan jiwaku melayang jauh. Dia Ardiku. Dan belum melupakanku. Beragam lagu merdu berdendang dihatiku. Namun dalam hitungan detik semua itu buyar sirna dan berantakan laksana pantai yang terhempas tsunami. Saat ku taruh file di meja pimpinan. Ada fotomu disana. Foto Ardi dan seorang perempuan dan… seorang balita diantaranya. Kontradiksi yang membuatku bingung dan frustasi membuat ku lari ke ruanganku ini. Apa arti topiku buat Ardi? Dan foto di meja? Bagaimana pikiranku mereka reka. Masih belum kutemukan rumusnya. Hanya buram sekelam hatiku saat ini. Tanpa tahu harus kemana untuk bertanya. ...