"Ibu Arsy.. "
aku menoleh sambil menenteng belanjaan
"Siapa? " tanyaku sambil berusaha mengingat wajah pemuda yang memanggilku.
Pasti murid.batinku
Faktor U biasanya membuatku lupa pada wajah murid muridku yang telah lama tak bersua.
Masih belum berhasil aku mengingatnya.
Akhirnya aku hanya tersenyum sambil kutangkup kedua tangan ku sebagai ganti jabat tangan yang telah ditawarkan nya. Alhamdulillah pemuda itu memahami dan membalas menangkupkan kedua tangannya pula.
"Saya Irwan,bu" katanya mengenalkan diri.
Dengan alis bertaut aku masih tak mengingatnya.
"Irwan… "
"oh… Irwan… .,Masyaallah ibu sampai tidak mengingatmu nak"
"gimana kabarmu… ."
Dan percakapan kami mengalir deras . Mengalir melewati waktu yang terbentang dua puluh tahun sejak terakhir pertemuan kami.
Irwan bercerita setelah tinggal sendiri dirumah kontrakan cukup lama saat sekolah dulu , Irwan memutuskan untuk menyusul ibunya di bogor.
Waktu itu meski masih belia Irwan menyadari bahwa doa dia untuk keluarganya agar utuh kembali tak akan terkabul. Ayahnya telah memiliki keluarga baru sedang ibunya pergi ke bogor mengais rizki.
"Doa saya saat itu mungkin tersangkut bu"
Aku hanya tersenyum mendengar penuturannya.
"karena mungkin saat itu saya kurang ikhlas dalam berdoa"
"saya berdoa seolah itu tuntutan yang harus Allah penuhi"
Irwan tersenyum sambil menggeleng gelengkan kepalanya.
"Sekarang keluarga saya utuh"
"Ibu, adik, saya dan foto ayah"
Aku tersenyum penuh kefahaman. Bahwa keutuhan tak mesti sempurna. Sosok ayah bagi Irwan meski hanya selembar foto cukuplah sebagai bekal baginya untuk menapaki hari harinya saat itu menuju masa depan cerianya.
"kerja dimana sekarang kamu, nak? "
"alhamdulillah, saya sekarang menjadi staf khusus perusahaan asing dalam pengembangan properti. " jawabnya.
Aku terharu mendengar penuturannya.
Doa mu bukan tersangkut nak!
Hanya allah memiliki skenario yang luar biasa untuk hidupmu. Allah memberikan apa yang kau butuhkan bukan yang kau inginkan.
Berkaryalah dan teruskan hidupmu dengan baik.
Jadikan pengalaman pahitmu sebagai pengingat bagimu untuk menjadi lelaki yang baik.
Lelaki yang bertanggung jawab pada Rabb nya dan keluarganya.
Lelaki yang mampu melindungi ibu, istri dan saudara perempuannya.
Hanya doa yang selalu kusematkan untukmu, muridku.
Dengan lega kulambaikan tanganku melepas kepergian Irwan. Setelah sebelumnya dia berikan sesuatu.
"Ini untuk Ibu" seraya menyisipkan amplop putih dalam tas belanjaku.
"tak seberapa ibu, sebagai ucapan terima kasih atas ketelatenan ibu waktu dulu pada sikap jelek saya."
Sekali lagi aku terharu. Bukan karena jumlah uang dalam amplop itu. Tapi lebih pada rasa syukur melihat Irwan sekarang yang begitu santun dalam sikap dan tutur.
Sekali lagi ibu hanya bisa mendoakan untuk kebaikanmu.
Ibu bangga padamu.
Komentar
Posting Komentar