JIWA JIWA SUNYI(115)
"Sebagai dokter kejiwaan harus bersabar"
"Iya.. "Jawab Rima acuh
"Bukan hanya pada pasien tapi juga pada keluarganya. " Dokter Sinta menambahkan lagi sambil menonyor kepala Rima.
Saat itu mereka sedang berdiri bersebelahan di koridor bagian psikiatri yang sepi. Sinta adalah dokter senior di bagian ini. Rima baginya semacam adik perempuan yang tak dimilikinya. Sikap manja Rima padanya membuat orang menyangka mereka kakak beradik.
Kegaduhan di IGD beberapa saat lalu dalam kasus Sukarno (baca cerpen keputusan ekstrim) sampai ketelinga dokter Sinta. Hal semacam itu seharusnya tidak boleh terjadi dan Rima harus mempertanggungjawabkannya.
"Kamu dihukum "
"Uni… ." rengek Rima manja, dia tahu dokter Sinta tidak benar benar marah padanya.
"Urus anak itu! " Jawab dokter Sinta sambil menunjuk seorang anak lelaki yang kurus hitam dan berambut keriting sekira berumur 9 tahun.
Ditangan anak itu ada buku dan pensil seperti sedang menggambar. Tak ada yang aneh!
"Kenapa dengan dia?" Tanya Rima
"Suka menggambar wajah orang yang lewat" Jawab Sinta
"Bagus dong, kreatif dan berbakat "
"Ngapain dia ada di psikiatri? " tanya Rima heran.
"Dia menggambarnya lengkap dengan penampakan alat kelamin yang besar dan detil" Jawab dokter Sinta.
"Hah! "
"Sembuhkan dia! " Kata dokter Sinta sambil berlalu.
"Uni… .aduh! nggak lagi deh ngurusi yang kasus ginian! " Jawab dokter Rima.
"Dokter tidak boleh memilih pasien! " Jawab dokter Sinta sambil terus berjalan menuju kantornya di ujung koridor meninggalkan Rima yang kehabisan kata.
Dasar!
Batin Rima jengkel. Dia bukannya membenci pasien bernama Raka itu. Tapi dirinya tak pernah berhasil mengurusi permasalahan seperti ini.
=====
"Raka menggambar apa? " Tanya dokter Rima saat waktu konseling tiba. Sejak mendapat tugas "menormalkan " kembali Raka dari perilaku menyimpangnya, bolak balik Rima kembali membaca riwayat kasus terdahulu yang mirip dengan kasusnya Raka.
Raka hanya diam sambil terus menggambar.
"Apa untungnya menggambar alat kelamin orang dengan begitu besar? " Tanya Rima berusaha menarik perhatian Raka.
Sejenak tangan Raka berhenti menggambar. Namun dengan acuh dia lanjut menggambar lagi.
"Suka saja? " Jawab Raka
"Tapi itu hal memalukan dan tidak lazim. "
"Tidak kasihan kah kamu pada ibumu yang pontang panting membiayai pengobatanmu disini? " Tanya Dokter Rima.
Tiba tiba Raka melempar pensil gambarnya dan berdiri dengan marah dan berapi api .
"Itu masalah ibuku, bukan urusanku! " Jawab Raka sambil berlalu.
Gagal!
Rutuk Rima dalam hati, pendekatan dengan gaya frontal tak berhasil malah semakin memperburuk keadaan.
Rima menghela napas berat. Ingatannya kembali pada ibunda Raka yang menangis tersedu sedu. Sebagai single parent dan buruh laundry ibunya Raka rela menguras tabungannya untuk kesembuhan jiwa Raka.
====
Konseling lanjutan diwaktu lain...
"Wah gambar Raka keren "
"Coba dokter lihat! Bagus gambarmu sangat detil penampakan alat kelamin ini" Seru dokter Rima. Dia menggunakan teknik lain dalam mendekati Raka.
Sejenak dilihatnya Raka tertegun. Dengan cepat direbutnya kembali gambar yang ada ditangan dokter Rima.
Tetapi dokter Rima berhasil mengelak.
"Kenapa? Malu? "
"Biasa aja lagi, hanya gambar alat kelamin kan? "
"Kenapa memangnya? Pelukis terkenal pun bisa populer dengan menggambar alat kelamin yang detil" kata dokter Rima sambil menyebutkan nama pelukis terkenal.Dokter Rima sedang melancarkan strategi konselingnya.
Tetiba tangan Raka gemetar dan menangis pilu.
Dokter Rima diam.
Berhasil!
Emosi Raka berhasil dia pancing tinggal satu sentuhan akhir.
Tasss!
Raka pasti bisa normal kembali.
======
Tiga bulan kemudian!
"Terimakasih Dokter Rima! " Ucap ibunda Raka dengan senyum bahagia. Disampingnya ada Raka yang juga berwajah cerah ceria layaknya cuaca pagi itu.
Hari ini Raka dinyatakan "normal" dari kelainannya.
Berkat study kasus yang tak kenal lelah dokter Rima berhasil "menormalkan" Raka kembali.
Keberhasilannya mendapatkan acungan jempol dari dokter Sinta seniornya.
Pelukan hangat ibunda Raka membuat dokter Rima sungguh ikut bahagia.
Setelah salam perpisahan itu dilihatnya sehelai kertas sketsa gambar wajahnya terserak dimeja.
Lebih cantik dari aslinya, batin dokter Rima senang. Dan yang lebih melegakan tidak ada lagi gambar alat kelamin di gambar tersebut.
===
Sebulan sebelumnya!
"Saya melihat ibu saya bercumbu dengan kekasihnya! " Kata Raka sambil meringkuk ketakutan.
"Mungkin mereka mengira saya sudah tidur" Jelas Raka
Dokter Rima terdiam, hanya mendengarkan.
"Saya takut dan jijik Dokter! "
"Saya jijik dengan perbuatan mereka"
"Saya takut ibu saya pergi meninggalkan saya untuk pergi bersama kekasihnya"
Dan konseling pun terjadi!
Mengatasi perasaan takut kehilangan dan saksi perbuatan tak senonoh orang dewasa berujung pada perbuatan tak wajar yang dilakukan Raka.
Ibunda Raka sangat malu dan menangis sedih saat itu, di tempat terpisah dan tersembunyi dia mendengarkan pengakuan anaknya. Permata hatinya. Kekhilafan perbuatannya membuat ibunda Raka hampir kehilangan masa depan putra tersayangnya. Nasi sudah menjadi bubur. Yang ada hanya berusaha memperbaiki sebelum terlambat. Dan ibunda Raka melakukannya.
====
Katakan dengan jujur
Apa yang kau rasakan pada orang yang kau kasihi
Meski itu buruk sekalipun, setidaknya ada harapan penyelesaian disana.
Karena prasangka akan berakibat pada kerak hati yang bernanah dan sulit terobati dan merusak jiwa jiwa sunyi yang kerontang dan mengering.
Lalu layu, lunglai, terserak dan terhembus angin.
Menghilang
Entah kemana.
Banyuwangi,08 Mei 2020
Komentar
Posting Komentar