(112)
Angin bertiup sepoi di sepanjang koridor rumah sakit itu.Dokter Rima menebar senyum menyapa suster yang sedang menemani beberapa pasien di bagian psikiatri ini.
Ada yang pernah bilang jika tak suka gunting kedokteran tapi ingin jadi dokter, jadilah dokter ahli jiwa. Psikiater bertemu dengan manusia yang memiliki pemikiran bebas dan merdeka tentang dunia menurut pemikiran mereka.
Mereka yang kita sebut GILA. Menjadi psikiater memberikan kepuasan tersendiri bagi Dokter Rima saat pasien yang ditanganinya berangsur membaik dan mampu kembali melihat dunia dengan normal.
"Dokter Rima? "
"Ya? "
"Tolong segera ke IGD, ada pasien kemarin yang sudah keluar, kini masuk lagi"
"Apa sebab? " Jawab dokter Rima sambil mempercepat laju jalannya menuju IGD
"Keluarga nya memukulinya kembali "
Rima terhenyak!
Ingatannya langsung melayang pada salah satu pasiennya yang bernama Sukarno.
Sampai di IGD
Dilihatnya seorang lelaki setengah baya sedang berusaha memukuli seorang perempuan yang terkapar tak berdaya. Wajah lebam penuh luka dengan tubuh ringkih perempuan itu meringkuk.
Petugas medis kewalahan menghalangi lelaki itu untuk kembali memukuli sang pasien.
"Keluarga kita malu punya saudara macam kamu! "
"Dasar B*nc*ng!"
"Sudah kubilang hentikan tabiatmu itu! "
"Tuhan melaknat mu! "
Sumpah serapah lelaki itu terus terdengar sambil terus berusaha memukuli perempuan itu.
"Berhenti!!!! "
Teriak dokter Rima dengan nada tinggi.
"Anda ingin membunuh nya? "
"Saya akan panggil polisi kalau anda masih terus berbuat onar disini. " kata dokter Rima sambil mengangkat telepon selulernya.
"Anda siapa? " tanya lelaki itu beringas.
"Saya dokter yang bertanggung jawab pada kejiwaan pasien ini! " jawab Dokter Rima sambil menunjuk pasien yang sedang meringkuk ketakutan.
"Anda bukan dokter, anda iblis yang ikut membantu membuatnya jadi begini" Kata lelaki itu kalap.
Dengan sedikit keributan adegan paksa akhirnya lelaki itu berhasil dihalau keluar dari ruangan tersebut.
Didekatinya pasien yang masih meringkuk ketakutan, dengan tubuh penuh luka. Hati dokter Rima trenyuh melihatnya.
Perlahan dia genggam tangan pasien itu sambil berbisik.
"Tenanglah, semuanya telah aman! "
"Takkan ada yang berani menyakitimu disini"
Bulir air mata jatuh di wajah bengkak itu.Semakin erat menggenggam tangan dokter Rima seakan meminta kekuatan.
SEBULAN KEMUDIAN
"Saya ingin pulang " Kata perempuan itu
"Kemana? "
"Kembali pada komunitas pembencimu? yang kau sebut keluarga? " Dokter Rima bertanya dengan tegas.
"Kau sudah sembuh! Tuhan memberimu kelebihan yang berbeda dari lainnya. "
"Dan kau telah memilih jalan terbaik menurutmu. " kata dokter Rima kembali.
"Saya harus bagaimana? " Jawab perempuan itu.
"Larilah! Jika kau kembali kesana, mungkin kau akan hanya tinggal nama. "
Perempuan itu terdiam,luka lebam di tubuh dan wajahnya sudah menghilang.
"Operasi gender yang kau lakukan sudah membuktikan keputusan yang kau ambil. " kata dokter Rima kembali.
"Pergilah, bangun hidupmu yang baru"
"Kau normal, sama dengan yang lain. "
"kau sekarang hanyalah perempuan biasa, kau berhak hidup dan bahagia"
"Jangan biarkan mereka yang tidak setuju dengan jalan yang kau pilih kembali menyiksamu. "
Perempuan itu tertunduk sambil menangis tersedu sedu.
Tangisan yang mengisyaratkan rasa bersalah,bingung dan kepedihan yang mendalam.
Sungguh dokter Rima memahami perasaan pasiennya itu.
Tetapi hidup terus berjalan. Keputusan sudah dia ambil. Maka konsekuensinya harus diterima. Pun itu berarti kehilangan sebuah komunitas yang disebut KELUARGA .
Sukarno yang sekarang beridentitas Karenina di tanda pengenalnya. Harus bisa menerima semua kenyataan itu.
Banyuwangi, 05 Mei 2020
Komentar
Posting Komentar