PERJALANAN 21 HARI (18)
DIBALIK KERLINGAN
Kerlingan matamu menarik sukma
Menebar gelinjang suka dihati yang merona
Cinta?
Semoga hadir dalam hatimu yang rapuh
Kuterima apapun bentuknya
Karena hati ini telah terkunci
Disudut kerlingan mata memanja
Kau tetaplah yang kudamba dalam rinai hujan ataupun panas mentari yang menggelora
Jangan kesepian, aku disini takkan menjauh darimu
Gapai jemariku dengan senang, aku ada untuk menemanimu
Surat digital itu kuterima lagi. Puisi gombal yang menyebalkan.
Menyebalkan? Tapi mengapa aku selalu menunggu kedatangannya. Mengapa pula setiap suratnya kubaca berulang ulang. Bingung.
Semenjak kedatangan Reyhan selalu kuhindari,dia akhirnya seperti menyerah untuk menemuiku langsung.Ah syukurlah! Kehadirannya sangat mengganggu. Batin Sofia. Namun suratnya tak henti Sofia terima.
Sementara bunda Halimah tak henti hentinya berpromosi mengenai sosok Reyhan pada Sofia.
"Perempuan yang sudah matang, seharusnya semakin dewasa dalam menentukan langkah hidupnya." Nasehat bunda Halimah. Sementara Sofia hanya diam.
"Kecantikan akan memudar, kesuksesan terasa kering jika cinta dan pendamping hidup belum dimiliki. " kata bunda lagi.
"Sofia… buka hatimu nak! "
"Harus berapa lama lagi Reyhan menunggumu? "
"Apakah dirimu masih juga mengharapkan Revan datang menjemputmu? "
"Apakah engkau masih ingin menjadi yang kedua? "
"Lihatlah Dina, lihatlah bayi mereka yang telah hadir diantara mereka nak! "
"Sanggupkah dirimu menjadi duri di rumah tangga mereka?"
"Bunda tidak sanggup menanggungnya Sofia. Berhentilah nak! "
"Berhentilah mengharapkan Revan! "
"Dia bukan untuk mu" bisik Bunda Halimah dengan bibir bergetar. Dirinya kalah. Dirinya merasa gagal membimbing Sofia, putri kesayangannya. Sungguh Bunda Halimah tak ingin Sofia berhati rapuh seperti ini. Masih juga mengharapkan suami perempuan lain. Dimana akal sehatmu Sofia… Batin bunda Halimah merintih.
Memang benar Sofia telah sembuh dari sakitnya. Tiga tahun sudah semenjak hati Sofia patah karena Revan lebih memilih Dina. Sofia bergerak, hidup namun kosong. Reyhan yang bunda Halimah harap dapat menggantikan posisi Revan saat itu harus sabar menunggu hingga sekarang.
Ini tak bisa dibiarkan. Batin Bunda Halimah.
"Reyhan sudah berbicara pada bunda. "
"Dua minggu lagi Reyhan dan keluarga nya datang hendak meminang. "
"Bersikap baiklah, kalau ingin melihat bunda bahagia. "
Terdengar suara batuk tersedak dari seberang meja makan. Sofia kaget setengah mati. Bagaimana bundanya mengambil langkah sepihak.
"Bukankah Bunda sudah menawarkannya kemarin padamu? "
"Dan kamu diam. "
"Diam berarti setuju. " Jelas bunda Halimah.
Dan sekali lagi Sofia hanya terdiam. Hidupnya terasa berhenti bertahun lalu. Tak jadi masalah, siapa yang bundanya inginkan hidup bersamanya nanti. Asal bunda bahagia.
Begitukah? Prinsip itu dia curi dari Dina yang menemukan bahagia dengan Revan.
Dia? Bisakah bahagia dengan Reyhan?
Entahlah. Seperti apa rasanya bahagia. Dia sendiri sudah lupa.
Biarlah waktu yang menjawab. Biarlah takdir yang mengambil alih. Dirinya hanya ingin diam.
Seperti apa kehidupannya nanti?
Sofia tak peduli. Memang benar ketika hidup sendiri tak lagi terasa berharga. Setidaknya buatlah orang yang kau kasihi menjadi bahagia.
"Bunda… Sofia setuju. "
"Sofia akan menerima Reyhan. " Ucap Sofia diiringi pelukan hangat bundanya.
Kehidupan baru datanglah…
Cinta besar adalah dari ibu untuk anaknya
Cinta yang terasa memerintah dan memaksa
Biarlah hidupmu berarti untuk dia yang dihati
Dia jimat hidup yang telah tuhanmu beri
Biarlah dia yang menuntunmu ke jalan ini
Jalan yang telah banyak ditempuh perempuan sejati
Dirimu kini tetaplah berarti
Karena itu hidup lah, bergerak lah, bangkitlah
Karena dirimu adalah satu diantara kartini kartini kehidupan yang selalu menyinari.
KUTHA GANDRUNG, 18 April 2020
Komentar
Posting Komentar