Langsung ke konten utama

NGOTOT? APA UNTUNGNYA? (#73)


NGOTOT? APA UNTUNGNYA? 

Hari ini Asti dongkol banget, masalahnya tadi dirinya merasa diperdaya sama dosen pembimbingnya. 
"Saya tidak bisa melihat korelasi antara dua hal yang akan kamu teliti" Bu Amidar berkomentar 
"Ya iyalah bu, penelitian saya bukan tentang korelasi tetapi study deskriptif antara teori hitungan dan praktik. "
"Tapi, ibu tetap belum bisa melihat dengan jelas akan dibawa kemana penelitianmu itu" bu Amidar tetap bersikukuh bahwa penelitian Asti cacat prosedur. 
Cukup lama mereka berdua adu Argumen. Sampai dimenit ke limapuluh lima,bu Amidar tersenyum. 
"Oke! Lanjutkan penelitianmu, ibu ingin lihat hasilnya. " kata bu Amidar Santuy. 
Sementara Asti sudah berwajah merah padam, napas ngos ngosan ,dan mungkin kepala yang mulai berasap meladeni debat dengan bu Amidar.Meyakinkan beliau pada kemanfaatan penelitian yang dia lakukan. 
Melihat bu Amidar begitu tenangnya menutup pembicaraan, tak urung membuatnya salting tak karuan. 
S*tan b*tina! Bisik Asti meski dimulutnya terulas senyum dan ucapan terimakasih.

Perilaku Ngotot yang dilakukan Asti pada dosen pembimbingnya memang wajib  dan mutlak untuk dilakukan.Sebagai seorang peneliti Asti harus bermental baja dan memperjuangkan bahan penelitiannya agar layak diuji coba dan dinilai. Sangat riskan jika peneliti tidak mau ngotot pada apa yang akan ditelitinya. Tentu dosen pembimbingnya akan berpikir Asti main main atau melakukan plagiasi. 

Namun ada banyak hal dalam hidup yang tidak bisa kita selalu ngotot menjalaninya. Pernah suatu ketika Asti ngotot pada asisten dosen mengenai aturan penulisan jurnal yang benar.Asti dengan terang terangan menantang sang asisten dosen untuk uji kebenaran mana aturan yang paling benar berdasarkan kaidah penulisan. Selama bersitegang banyak teman se fakultasnya yang ikut menyimak. Lama Asti dan asisten dosen tersebut saling ngotot adu argumen. Sampai diujung perselisihan sang asisten dosen memberi bom penghabisan. 
"Mbak Asti, aturan ini sudah disetujui dan dibahas secara mendalam oleh para praktisi akademik di kampus ini. "
"Tapi Pak asdos, yang saya kemukakan ini juga aturan penulisan jurnal yang sudah diketahui seluruh Indonesia bahkan dunia mungkin" jawab Asti masih ngotot. 
"Oke, memang banyak gaya penulisan namun kampus kita punya gaya selingkung sendiri,dan itu sudah disahkan secara aturan oleh rektorat. Siapa anda sampai berani dan mau merubah aturan itu? " Tanya Asdos bagai bom yang meluluhlantakkan pertahanan Asti. 
Asti terdiam tak berkata. 
Yah! Siap dirinya?  Batin Asti
Anak presiden? Dosen? Anggota senat atau eksekutif mahasiswa pun bukan. 
Apa wewenangnya? Apa kuasanya? Berani mempertanyakan aturan yang sudah jelas legitimasinya! 

Asti kalah telak. Sikap ngototnya harus kalah dengan aturan yang lebih tinggi dan diakui keabsahannya. Kalah berdebat bukan masalah bagi Asti. Setidaknya Asti mendapat pelajaran dari hal itu. Ingin menang. Atau ingin memberitahu bahwa orang lain salah,biar dibilang jago. Tahu lebih dulu, dianggap pintar dan berwawasan luas adalah hal yang salah dan memalukan. Pertanyaan Asisten dosennya tentang kedudukannya mengingatkan Asti untuk mulai berhati hati dalam melepas aksi ngototnya. Tak mau lagi dirinya ngotot pada hal hal yang tidak perlu. Tidak mau lagi dia ngotot hanya untuk menunjukkan eksistensi dirinya karena ujung ujungnya hanya akan memalukan dirinya di depan orang lain. 

Dan sekarang! Saat wabah covid 19 melanda Indonesia, Sikap ngototnya tak berani dia keluarkan. 
Asti patuh untuk melakukan social distance, tak berani bersentuhan dengan orang lain secara langsung, menghindari kerumunan, selalu menggunakan hand sanitizer meski buatan sendiri. Kemana mana masker tak pernah lupa Asti pakai. Asti sadar andai virus covid 19 tak mampu menjamah raganya, setidaknya dirinya bukan pembawa (carier) virus covid 19 bagi orang sekitarnya.Asti tak mau sikap ngototnya akan kesehatan tubuhnya membawa dampak merugikan bagi orang sekitarnya. Untuk sementara sifat ngotot nya disimpan. 
Asti saja patuh untuk tidak ngotot dan abai atas kebijakan pemerintah  mengenai covid 19. 
Lha bagaimana dengan anda? Masih mau ngotot?tidak patuh pada kebijakan pemerintah? Apa untungnya?

Kutha Gandrung, 27 Maret 2020



Komentar

Postingan populer dari blog ini

KARAKTER, APAKAH ANDA SUDAH PUNYA?

Tulisan ini terpikir saat saya melihat tayangan  live maut dua penyanyi kawakan lintas genre musik. Rhoma Irama dan Iwan Fals.  Dua musisi yang tak diragukan lagi karya karya besarnya.  Saya menyukai keduanya. Saya memiliki lagu favorit ciptaan mereka berdua. Lagu Iwan Fals dengan judul "Ibu" selalu membuat saya menitikkan  airmata. Lagu Rhoma paling favorit buat saya berjudul "Mardatillah"selalu menggugah sisi spiritualitas saya setiap mendengar nya.  Duet mereka membawakan lagu "Mirasantika" ciptaan Rhoma sungguh memukau.  Satu lagu yang sama dinyanyikan dengan gaya dan khas yang berbeda dari keduanya. Sama sama enak didengar.Sama merdunya. Menyentuh hati pendengarnya dengan cara berbeda.  Baru saya sadari inilah yang dimaksud dengan karakter.  Dalam sebuah tulisan di liputan 6.com dikatakan karakter adalah nilai-nilai yang khas, baik watak, akhlak atau kepribadian seseorang yang terbentuk dari hasil internalisasi berbagai kebi...

Penopang Singgasana

  Penopang Singgasana Banyuwangi, 26 Maret 2022 == Salah tak mau disalahkan  Membusung dada menjengkelkan  Tetap kukuh Benar Cobalah berpindah sudut pandang  Agar menjadi lapang Buah pemikiran  Perasaan  Bubuhi sedikit nikmat kontemplasi  Agar sesat diri Dapat dihindari  Dini Banyak membaca dan berempati Jauhkan picik nurani Sabar terpatri Sejati Telunjuk dengan garang menuding Empat jemari tertekuk Menunjuk diri Sendiri  Sesekali turunlah menunduk kebawah Lihatlah kaki goyah Penopang singgasana  Megah Bukan uang pengganti jerih Sedikit sikap peduli  Rasa melindungi  Mengayomi Peluk persaudaraan lebih memikat Daripada uang laknat Tanpa berkat Sekerat ==

PENGABDIAN

Aduh bagaimana ini?  Bu Mei susah sekali hari ini, cuaca sekitar sekolahnya yang panas semakin membuat hatinya resah.  Siang ini seperti biasa bu Mei berangkat ke sekolah tempatnya mengajar dengan naik angkot.  Meski sekolah tempatnya mengajar sangat jauh dari rumahnya dan harus ditempuh dengan naik angkot, bu Mei selalu semangat. Watak tanggung jawab yang dimilikinya membuat bu Mei jarang sekali absen.  Sekolah bu Mei terletak di kampung yang letaknya satu kilo dari tempat bu Mei turun dari angkot.  Itu Pun bukan halangan buat bu Mei untuk berjalan menuju sekolahnya.  Baginya mengajar ditempat ini adalah langkah untuk belajar dan menimba pengalaman.  Disamping mengajar bu Mei juga masih kuliah semester awal, setelah setahun lulus dari sekolah tingkat atas bu Mei memutuskan untuk lanjut kuliah dengan mandiri. Karena keterbatasan ekonomi orang tuanya.  Hey! Jangan disangka bu Mei sudah tua ya? Bu Mei adalah sosok gadis manis ...