"Apakah uang bisa membeli segalanya?
"Kamu salah"
"Tak sudi aku dengan mu meski uangmu berlimpah"
Aku hanya terdiam memandangnya nanar.
Kupunguti uang yang tadi dilemparkan sembarangan di depan wajahku. Kemudian kudengar lagi ucapannya.
"Memang uang bisa memberiku segalanya "
"Tapi jika kebebasanku tak kau berikan buat apa?"
"Sama saja seperti penjara"
"Aku tak mau! bawa pergi uangmu"
"Rayuan uangmu tak mempan terhadapku"
"Aku perempuan yang sanggup hidup menderita "
"Namun jika terkekang aku bisa gila"
"Kau tak mau kan aku gila?"
"Pergi! Bawa uangmu!"
"Tinggalkan aku!"
"Betapapun besarnya cintaku padamu takkan bisa mengganti jiwa bebasku"
"Aku tak sanggup hidup denganmu"
Masih kupunguti uang mainan yang wanita itu lemparkan. Seperti akting drama yang kulihat. Wajah yang tadi penuh amarah dan emosi dalam sekejap sirna berganti dengan tatapan kosong. Hampa.
Perlahan sayup kudengar lagu pengantar tidur.
Wanita itu bersenandung dengan tangan seperti menimang bayi. Wajah cantiknya tak terawat dan kusam. Rambutnya tergerai kusut masai.
Kepedihan batin yang dirasa,membelenggu kewarasan jiwanya. Entah kapan belenggu itu akan lepas. Belenggu itulah yang mengantarkannya ke rumah sakit jiwa tempatku bekerja.
Dia pasien spesial. Pendiam tak pernah marah-marah. Hanya saat melihat lelaki dia selalu bereaksi seperti tadi. Mengira lelaki itu suaminya.Tak terkecuali aku.
Tadi kebetulan saja aku lewat di taman RSJ untuk melakukan patroli harian dan mengantisipasi hal hal yang tak terduga. Sampai akhirnya tak sengaja berpapasan dengan wanita ini. Jadilah drama seperti barusan. Pernah suatu saat yang lalu aku melihat seorang lelaki menemui wanita ini. Mungkin suaminya. Karena kulihat raut penyesalan yang mendalam tergurat di wajah eloknya. Sepintas kulihat lelaki itu berusaha menggenggam tangan dan memeluk. Namun dengan beringas wanita itu menampar memukul dan menarik narik kemeja lelaki itu. Aku segera berlari saat itu. Namun tangan lembut dokter Friska menahanku dan menggeleng. Isyarat untuk membiarkan kejadian itu.
Aku pernah membaca buku yang mengatakan bahwa depresi dan belenggu jiwa dapat terlepas hanya dengan "pelampiasan". Mungkin itu yang coba dokter Friska terapkan.
Saat pertama kudengar riwayat kasusnya Aku heran dan bertanya tanya . Menurut rumor yang beredar dari mulut ke mulut para perawat kegilaan wanita ini karena suaminya yang terlalu posesif yang berujung pada kekerasan fisik. Hingga kewarasan wanita ini terganggu.
Perhatian berlebihan sehingga sang istri merasa terbelenggu dan tertekan.
Saat ini aku tertawa sendiri dengan hal itu, betapa bertolak belakang dengan yang terjadi di rumahku.
Coba saja kalau dirumah, istriku pasti mau saja tidak bebas asal uang menumpuk.
Istriku bahkan marah jika aku membiarkannya berbuat sesuai inginnya.
"Mbok ya, aku ini ditegur tho mas kalau sering pergi keluar" kata istriku suatu hari.
"Masak punya suami, ndak pernah melarang ini, melarang itu, sebenarnya mas ini cinta nggak sih sama aku?
Atau disaat yang lain istriku berkata,
"Mas, coba lihat ini bagus nggak? "
"Cantik nggak"
Sambil memamerkan penampilannya padaku.
Jika ku jawab cantik katanya bohong.
Jika kujawab sebaliknya modus ngambeknya disetel. Hah. Serba salah .
Sungguh aneh hidup ini. Istriku malah tidak suka melihat diriku yang sangat toleransi padanya. Membiarkan dirinya berbuat sesuka hatinya asal tidak keluar dari norma dan aturan agama. Bagiku itu adalah salah satu bentuk kasih sayang ku pada istriku. Lha dia malah ngambek. Kata istriku aku tak peduli, kurang care atau… ah repot.
Bagiku cinta tak harus merubah yang kita cintai menjadi yang kita inginkan.
Malah sebaliknya,menerima kekurangan dan kelebihannya, memaklumi segala perilakunya sebagai anugerah dan rezeki yang Tuhan berikan untuk kita syukuri.
Sementara wanita didepanku ini gila karena merasa terkekang dan terbelenggu.Pada cintanya. Kecewa pada suaminya. Depresi yang berkelanjutan. Tak berkesudahan. Lupa pada Sang Pemilik hidup. Bahwa Dia adalah Sang Pembuat skenerio atas hidupnya. Wanita ini lupa untuk meletakkan beban hidup yang dipikulnya disisi Tuhan. Ketika kita tak mampu menyelesaikan permasalahan yang membelit seharusnya kita tak perlu membuang waktu untuk menanggungnya. Pasrahkan semua pada Sang Pemilik.
Cinta tak akan melukai yang dicinta.
Cinta tak akan membiarkan sang kekasih bersedih.
Aku masih memandangi wanita itu. Sampai tepukan di pundakku membuyarkan lamunanku.
"Kang zaki,cepetan kesana ada pasien laki laki yang ngamuk" kata suster Ani sambil menunjuk ujung lorong.
Tanpa kata aku langsung beranjak meninggalkan taman. Masih sayup kudengar lagu pengantar tidur terlantun.
Samar bait puisi indah tertata rapi dalam ingatan ku,
"Aku menceritakan kisah sedihku padamu
Kehilanganmu dalam niscaya yang tak ingin kutanggung.
Kehilanganmu sama seperti napas yang tersendat tanpa usai
Terkatung katung
Terasa menyayat, menemani sepi
Cinta yang agung cemar karena ego
Bisakah membersamai
Cinta tulus tanpa syarat
Nyaris tanpa makna yang memikat
Terpatri dalam dinding langit
Tentang janji sehidup semati
Kini tiada lagi
Pergi dalam layu
Hilang dalam buih buih keputusasaan
Mungkin,
Cinta baru datang
Dalam takdir hijau yang tertulis
Dengan tinta basah akan kerinduan
Jiwa yang tegar membayang
Suatu perjalanan kemudian
Bergerak teriring kelepak sayap senja
Memeluk indah saga memerah meredup
Tanpa sesal
Merelakan
Akhirnya menepi menuju pantai baka
Keabadian "
Banyuwangi, 06 Maret 2020
Komentar
Posting Komentar