"Papi, dengar dulu penjelasan mami! " Ucapku dengan nada tinggi.
"Tidak mau!"
"Papi! "
"Mami, sadarlah!Papi yakin mami sudah diguna guna, sadarlah!"
Kami berdua terdiam, seolah kehabisan kata dalam kamar yang temaram. Tempat kami memadu kasih menjadi medan perang mulut antara aku dan suamiku.
Suamiku benar benar lelaki impian dan teladan. Bayangkan saja, dia dengan tegas menolak permohonanku agar dia menikahi sahabatku Mirna. Mirna adalah janda tanpa anak korban kekerasan. Aku ingin melindungi sahabatku. Menjadikannya maduku. Saat kutawarkan pemikiranku dia menangis tersedu haru. Kebisuannya mengisyaratkan persetujuan Mirna akan pemikiranku.
Disinilah diriku sekarang! Berjajar dengan maduku. Menyaksikan pernikahan kedua suamiku dengan sahabatku. Mirna. Aku ikhlas dan yakin. Syurga disana menungguku. Kulihat binar bahagia di wajah Mirna. Kulihat suamiku yang tegang dan grogi saat ijab qobul. Seolah itu pertama kali buat dia. Kulihat Seolah dunia milik mereka berdua. Suamiku akhirnya setuju dengan pernikahan ini. Saat itu aku bahagia dengan persetujuannya. Tapi sekarang, saat kulihat tatapan suamiku yang hanya tertuju pada Mirna hatiku mulai bimbang. Hatiku semakin berdentam tak berirama saat kulihat hasrat membara dimata mereka berdua.
Aku terdiam.Berdiri termangu diteras sepi dan dingin. Sayup kudengar suara kokok ayam dikejauhan. Pertanda dini hari telah berlalu. Pagi yang masih terlalu muda menemaniku. Suamiku tak datang lagi. Entah apa alasannya sekarang. Aku bersalah pada anakku.Seakan memberikan papinya pada orang lain. Orang lain yang ternyata tak tahu diri. Tak kupikir seperti apa perasaanku saat ini. Aku ingin suamiku kembali lagi. Untuk anakku.Dia yang kehilangan figur orangtua laki laki. Untuk anakku yang selalu menangis menunggu papinya kembali.
Banyuwangi, 26 Pebruari 2020
Komentar
Posting Komentar