Bagian 6
"Bagaimana keadaanya Bia?"
"Kok nanya? "
"Liat aja sendiri kalee…" jawab Bia bikin ku semakin gregetan dengan jawabannya.
Ku akui aku takut menjenguk Ardi meski kemarin teman satu kelas menjenguknya. Aku tak ikut. Aku khawatir. Aku takut. Dan berbagai macam andai muncul dalam pikiran ku. Membuatku semakin galau.
Syukurlah Ardi sehat, batinku
Biarlah ini menjadi rahasia ku. Takkan ku bagi dengan yang lain. Kuraba lagi benda itu. Tersembunyi di antara buku dalam tas ku. Kuhela napas dalam. Mungkin….
Dia tahu, benda ini ada padaku.
Kutekan rasa bersalah yang menggelayut memberatkan hatiku.
Bukankah setimpal, dengan rasa sakit hati yang kurasakan?
Andai sakit hati dapat memisahkan jiwa dari raga mungkin jiwa ku telah melayang tak tentu rimba.
Sikap jahil Ardi pada diriku sungguh diatas normal.
Mengapa? Sering ku bertanya kala malam merayap menyelimuti hari.
Ada yang bilang kejahilan suatu tanda "ada rasa " seorang lelaki pada lawan jenisnya.
Hah! Ardi? Tak pernah kupikir itu alasan Ardi menjahiliku.
Dan bagaimana bisa sebuah kejahilan setara dengan ungkapan sayang?
Aduh yang bikin rumus formula ini pasti keblinger.
Menurut ku "rasa" yang disebut orang dengan nama cinta haruslah selaras dengan perhatian, bujuk rayu, hadiah, tatapan memuja, mau berkorban untuk yang dia idamkan.
Lha Ardi? Nonsense. Tak satupun perbuatan nya menunjukkan hal itu padaku. Iya pada ku.
Bersambung 💚💚💚
Komentar
Posting Komentar