PUISI 1
Pantai Yang Menghempas
(Kur Asriatun)
Tergugu ku disini
Pada riak pantai yang
menghempas
Tersemat tanya
Kapankah saatnya aku
DIA buat begini
Diam , kaku,tak
bergerak
Pucat ,kotor ,tak
bernyawa
Ku berduka pada Banten
dan Lampung
Ratusan nyawa melayang
Pada malam dingin nan
sepi
Tiada isyarat, tiada
firasat
Kepergiannya hilang
bersama ombak
Rahasia sabda alam
Membuatku bergidik,
ngeri
Diri hanya sehelai
kapas ditengah samudra keangunganMu
Astaghfirullohhal
‘adhim
Ampuni,ampuni,ampuni
(Bwi,26 Desember 2018)
PUISI 2
Mengapa
(Kur Asriatun)
Mengapa engkau
begini,kasih
Bahkan tak sehelai
rambutku jatuh terjuntai
Tak sejengkal kulitku
terpapar pandangan liar
Hanya berharap asumsi
baikmu padaku,kasih
Mengapa engkau
begitu,kasih
Belenggu sayang dan
cintamu menyesakkan
Mengekang nafas
kebebasanku
Berharap pembiaran
darimu,kasih
Biarkan diriku
Pada setapak langkah
yang kujalani
Pada jiwa dan fikiranku
yang merdeka tak ternoda
Engkau begini,engkau
begitu
Engkau tetaplah yang
terkasih,yang terhebat
Pasangan jiwa,panutan
hati,pemimpin maghligai
Sang
penghibur,pelindung,hiasan mata
Karena engkau masihlah
engkau
Sandaran hidupku
Pemberi arti selaksa
makna
Yang menuntunku pada
bahagia abadi
(Bwi,26 Desember 2018)
PUISI 3
Topeng Jalanan
(Kur Asriatun)
Mulutmu berbusa hina
Apakah hanya untuk sebuah reputasi dangkal
Ataukah kehormatan fana nan bias
Wajahmu kau poles
Berwujud menjadi belasan topeng
Yang kau pakai disaat yang tepat
Tersenyum disaat dunia ceria
Menangis saat dunia berduka
Bagaimana dengan hatimu?
Apakah telah kau matikan
Karena banyaknya sandiwara yang kau perankan
Dimana keluhuran budimu?
Yang kau dapat saat kau mengais ilmu
Sekarang
Itu tak nampak lagi
Terpasung janjimu pada kepentingan golongan
Terjerat dengan syarat mutlak
Untuk sebuah kemenangan
Untuk seonggok kemasyhuran
Yang palsu dan melenakan
Berumur pendek seumur jagung
(Bwi, 26 Desember 2018)
PUISI 4
Ibuku Sayang
(Kur Asriatun)
Ibuku sayang,engkau panutan
Aku tersedak setiap menyebutmu
Aku tersuruk malu
Aku belumlah sepertimu
Ibuku sayang, engkau perkasa laksana
baja
Guratan kelelahan wajahmu
Kasar tanganmu,aliran peluhmu dan legam kulitmu
Bukti bisu pengabdian dan kerja kerasmu
Untuk keluarga kecil impian masa depanmu
Ibuku sayang,engkau sebening air dan
sejuk layaknya embun
Aku belum sepertimu
Masih sulit , teramat sulit
Ibuku sayang, engkau bintang bersinar
pada kelam malam
Aku tahu dari bibir ikhlasmu selalu
mengalir do’a
Untuk ayah yang telah pergi
Untuk anak dan cucumu
Ibuku sayang ,permata hati
Netramu bangga bersinar
Saat aku capai keberuntungan
Kau tak meminta apapun
Hanya senyum dan elusan pada rambutku
Itu yang selalu kurindukan
Ibuku sayang....
Aku bangga padamu
Aku menangis,meratap dalam senyap
Aku malu ,aku belum sepertimu
(Bwi, 26 Desmber 2018)
PUISI 5
Banyuwangi
(Kur Asriatun)
Pantai indah penuh misteri
Gunung menjulang berlumut hijau
Mengelilingi damainya banyuwangi
Rona mistis yang menguar
Berhembus dan tersebar
Menghipnotis berjuta penikmat alam dan
seni
Seblang yang melenakan melambangkan jiwa
perawan
Santet yang menakutkan dan mematikan
Kebo keboan, dan juga gandrung warna
pelangimu
Osing adat dan bahasamu menambah kaya
budaya
Memikat,merayu dan mempesona
Teruslah berhias agar elokmu tak
terhempas
Teruslah membangun ,syahdu mengalun
Berdirilah kokoh menantang erosi dan
kekeroposan
Tetaplah murni,tak tercampur
Banyuwangi ...
Aku bangga padamu
(Bwi, 31 Desember 2018)
Komentar
Posting Komentar